Rabu, 16 November 2011
TUGAS GUE NIHH !!!!!
Insosialisasi Hukum dan Pelaksanaannya
Hukum adalah sekumpulan norma-norma
dalam mengatur tindak-tanduk masyarakat secara universal. Salah satu
karakter di dalam penegakan hukum itu sendiri, bercirikan sistem
preventif dan represif. Di dalam menilai secara implisit,
praktik-praktik penegakan hukum akan tidak rasional jika upaya
preventif tidak ditunjang skala informasi hukum yang proporsional.
Sebab, akar kekuatan hukum harus pula di dasari pada sosialisasi
hukum yang edukatif. Fenomena ketimpangan penegakan hukum saat ini,
dikarenakan, media publikasi sosialisasi hukum kurang maksimal.
Padahal, langkah preventif dan penyadaran hukum bagi masyarakat luas,
akan dapat membantu biaya operasional tertib sosial serta
meminimalisir angka pelanggaran dan kejahatan pidana dilingkungan
masyarakat.
Ada beberapa instrument hukum
(peraturan perundang-undangan) yang lahir tanpa dilakukan sosialisasi
hukum non-totalitas. Contohnya : Undang-Undang No. 33 Tahun 1964
Tentang Dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang, dan
Undang-Undang No. 34 Tahun 1964 Tentang Dana Kecelakaan lalu-lintas
jalan. Kedua Instrumen hukum diatas dibuat 44 tahun lalu. Yang
disayangkan, sejak UU ini lahir sampai saat sekarang, tidak semua
masyarakat pengguna transportasi umum tahu bahwa akan mendapat premi
(tunjangan) biaya pengobatan di rumah sakit, bila ditimbulkan karena
kecelakaan, di tanggung oleh pihak Jasa Rahardja.
Contoh lain : Undang-undang No. 23
Tahun 2004 Tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga.
Peraturan ini di fungsikan untuk mencegah kejahatan atau perbuatan
pidana dalam ruang lingkup keluarga. Akantetapi, para masyarakat
maupun oknum polisi, tidak dapat membedakan instrument hukum ini
bersifat publik (pidana) atau Privat (perdata). Dari sekian
kodifikasi hukum diatas. Akhirnya, hukum yang dikeluarkan tidak dapat
berfungsi efektif dan menyeluruh. Tidak itu saja, aturan-aturan baku
didalam hukum, akan muncul benturan fungsi penegakan hukum secara
materiil.
Bagi ”masyarakat hukum,” (praktisi
hukum,[doktrin]akademisi hukum) konsepsi hukum baru akan menciptakan
substansi positif. Akan tetapi, bagi elemen masyarakat ”awam
hukum”, akan memiliki garis perbedaan ketimpangan sosiologis hukum
yang signifikan. Maka sudah seyogyanya, sosialisasi terhadap intrumen
hukum, baik; peraturan lama dan baru agar dapat dipublikasikan dengan
lebih maksimal. Sehingga, pengetahuan masyarakat sebagai objek hukum
dapat berperan aktif untuk mematuhi peraturan-peraturan hukum
tersebut.
Sistem hukum di Indonesia menganut
sistem, ius constituetuem (baca : yus konstitutum). Di artikan hukum
positif. Perananan sistem hukum ini, tidaklah sekadar pada prinsip
penegakannya akan tetapi pada fungsi-fungsi lain, misalnya,
sosialisasi hukum.
DEGRADASI PERANCANGAN, PENEGAKAN dan
PELAKSANAAN HUKUM
Pragmatis sekali, Pemubaziran hukum
akan terskema, karena kompetensi pelaksanaan peraturan
perundang-undangan di Indonesia mencerminkan ”fiksi hukum”.
Artinya, kodifikasi aturan hukum dibuat, Tapi tidak berlaku seperti
fungsinya. Bila ini terjadi, intensitas demoralisasi bangsa akan
bertambah, serta, kepercayaan akan instrument hukum menurun. Dan
realitas itu di kondisikan saat ini. Kalau di kaji, ada tiga hal yang
menyebabkan masalah tersebut diatas, yaitu : (1) Diskriminasi hukum;
(2) Insosialisasi hukum; (3) Eksistensi kontrol sosial menurun.
Di dalam konstitusi, Indonesia adalah
(Rech Staat) Negara hukum. Tapi wujud isi konstitusi berbeda dengan
gambaran konstitusional. Degradasi sistem hukum kita akan melahirkan
paradoks di dalam masyarakat. Stereotip terhadap sistem hukum,
berdampak ”hukum rimba” dapat terjadi dirana hukum Indonesia.
Pola kekuatan hukum menjadi irasional di masyarakat, sehingga lahir
”street justice”, atau pola kejahatan baru.
Reformasi (perubahan) sistem di Negara
kita, seharusnya sinkronisasi di semua sistem. Yang menyedihkan, dari
semua orde kepemimpinan, kekuatan sistem perubahan hanya berkutat
pada, sistem politik dan sistem ekonomi. Lokikanya, hukum adalah
produk politik, dan untuk menjalankan langkah-langkah politik harus
berdasarkan hukum. Menjalankan roda perekonomian harus berdasarkan
aturan hukum. Yang berbahaya, kalau produk hukum itu dibuat secara
politik, melalui mekanisme karakteristik kepentingan tertentu,
Insosialisasi, KKN, dan Inkonstitusional*.
Norma hukum
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
Norma hukum adalah aturan sosial yang
dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu, misalnya pemerintah, sehingga
dengan tegas dapat melarang serta memaksa orang untuk dapat
berperilaku sesuai dengan keinginan pembuat peraturan itu sendiri.
Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman
fisik (dipenjara, hukuman mati).
Proses terbentuknya norma hukum
Dalam bermasyarakat, walaupun telah ada
norma untuk menjaga keseimbangan, namun norma sebagai pedomanperilaku
kerap dilanggar atau tidak diikuti. Karena itu dibuatlah norma hukum
sebagai peraturan/ kesepakatan tertulis yang memiliki sangsi dan alat
penegaknya.
Perbedaan antara norma hukum dan norma
sosial:
1. Norma hukum:
-Aturannya pasti (tertulis)
-Mengikat semua orang
-Memiliki alat penegak aturan
-Dibuat oleh penegak hukum
-Bersifat memaksa
-Sangsinya berat
2. Norma sosial:
-Kadang aturannya tidak pasti dan tidak
tertulis
-Ada/ tidaknya alat penegak tidak pasti
(kadang ada, kadang tidak ada)
-Dibuat oleh masyarakat
-Bersifat tidak terlalu memaksa
-Sangsinya ringan.
Langganan:
Postingan (Atom)